Disbun Riau Tak Tinggal Diam
Komoditas perkebunan merupakan salah satu komoditas andalan bagi pendapatan asli daerah Provinsi Riau. Kontribusi sub sektor perkebunan terhadap perekonomian daerah semakin meningkat.
Inhil, merupakan daerah penghasil kelapa terbesar di Riau bahkan secara nasional. Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, berupaya Inhil tetap menjadi sentra perkelapaan di Riau. Misalnya saja dengan melakukan peremajaan kebun kelapa petani di Inhil, baik melalui dana APBN maupun APBD Riau.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Riau, Ir Zulfadli melalui Kabid Pengolahan Hasil Perkebunan Defris, di tahun 2020-2023, ada 2.420 hektarr kebun kelapa rakyat di Negeri Seribu Parit itu di remajakan. 1.800 hektare dari dana APBN dan 620 hektare dari APBD Riau.
Di mana di tahun 2021 ada 100 hektare area kebun kelapa petani di Inhil di remajakan. Lalu, 2022, ada 600 hektare dan di tahun 2023 seluas 1.100 hektare yang bersumber dari dana APBN.
Lalu dari dana APBD Riau, tahun 2021 ada 50 hektare, tahun 2022 seluas 150 hektare dan di 2023 direncanakan seluas 420 hektare.
Luas perkebunan kelapa dalam di Riau, di dominasi oleh Kabupaten Inhil dengan 303.556 hektar dengan jumlah kepala keluarga (KK) yang menggantungkan kehidupan ekonominya 65.543 KK.
Lalu, Kepulauan Meranti 32.315 hektare, Pelalawan 20.645 hektare, Bengkalis 6.080 hektare, Rohil 5. 108 hektare, Kampar 1.674 hektare, Siak 1.631 hektare, Dumai 1.482 hektare, Inhu 1.371 hektare, Kuansing 1.222 hektare, Rohul 986 hektare dan Kota Pekanbaru 17 hektare, dengan total se-Riau mencapai 376.087 hektare.
Selain itu, kata Defris, Disbun Riau mencoba memfasilitasi pemasaran produk-produk industri kelapa yang dihasilkan dari Inhil dengan kalangan dunia usaha, khususnya untuk produk turunan kelapa ( fiber, cocopeat, briket dll). Namun kendalanya, petani tidak sanggup memenuhi kuota bulanan yang harus konsisten kuantitasnya untuk di ekspor sesuai yang diminta dunia usaha.
Kendala ini sudah disikapi provinsi dengan pemberian pelatihan penguatan dan pembentukan korporasi petani kelapa dan bantuan unit pengolahan hasil (UPH), seperti mesin/alat pengolahan pasca panen dengan maksud agar tidak menjual produk mentah saja, tapi sudah memanfaatkan produk turunannya sebagai penambah nilai pendapatan bagi petani.
Namun pembinaan selanjutnya oleh kabupaten sebagai pihak yang memiliki tugas dan fungsi terbilang minim. Kondisi ini disebabkan tenaga penyuluh yang kurang dan lokasi kebun yang jauh serta sulit dijangkau.
“Intinya sampai hari ini kita selalu melakukan pembinaan dengan kelompok yang sudah kita bina. Dan provinsi sering berkoordinasi dengan Disbun kabupaten Inhil untuk rutin melakukan pembinaan ke kelompok yang sudah kita bina dan latih,” papar Defris.
Untuk penetapan harga, lanjut Defris, untuk komoditi perkebunan baru kelapa sawit saja yang diatur tata cara penetapannya. Komoditi lain termasuk kelapa belum ada. Makanya Pemprov Riau melalui Disbun Riau selalu mendorong kabupaten untuk fokus ke pembinaan hilirisasi sebagai nilai tambah bagi petani.
“Intervensi bantuan kita hanya pembinaan kelembagaan, bantuan UPH dan alat pengolahan pasca panen. Kalau ekspor menjadi kewenangan pusat,” ujarnya.
Namun yang jelas, Pemprov Riau melalui Disbun terus mendorong dan memfasilitasi agar komoditi kelapa yang dihasilkan petani di Kabupaten Inhil bisa betu-betul menjadi penopang ekonomi keluarganya dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Inhil secara keseluruhan.***
Editor: Edwar Yaman